BERFIKIR INDUKSI
Pengertian
Induksi
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu
atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan
(inferensi). Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini
mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada, maka
disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu proses penalaran
yang ilmiah dalam penalaran induktif.
Pengertian fenomena sebagai landasan induktif harus
diartikan sebagai data maupun sebagai pernyataan-pernyataan yang tentunya
bersifat factual. Sehingga induksi dapat berasal dari fenomena yang berbentuk
fakta atau berbentuk pernyataan–pernyataan (proposisi-proposisi). Proses
penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi yaitu:
generalisasi, hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dll.
Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak
belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi
yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena itu. Generalisasi
akan mempunyai makna penting, jika kesimpulan yang diturunkan dari fenomena
tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada
semua fenomena-fenomena lain yang sejenis yang belum diselediki.
Mengenai data atau fakta dalam pengertian fenomenal
individual tadi, selalu terarah kepada pengertian mengenai sesuatu hal yang
individual. Dalam kenyataannya data atau fakta yang dipergunakan itu sebenarnya
merupakan generalisasi juga , yang tidak lain dari sebuah hasil penalaran yang
induktif.
Contoh : bila seseorang berkata bahwa mobil adalah semacam
kendaraan pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan
hasil generalisasi juga. Dari bermacam-macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri
tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari
bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih
tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.
Contoh lainnya:
(1) jika dipanaskan, besi memuai.
(2) Jika dipanaskan, tembaga memuai.
(3) Jika dipanaskan, emas memuai.
(4) Jika dipanaskan, platina memuai
(5) Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Generalisasi sendiri dapat dibedakan menjadi loncatan induktif
dan bukan loncatan induktif.
1.
Loncatan induktif
Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak
dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh
fenomena yang ada. Dengan demikian loncatan induktif dapat diartikan sebagai
loncatan dari sebagian evidensi kepada seluruh suatu generalisasi yang jauh
melampaui kemungkin yang diberi oleh evidensi-evidensi itu.
Generalisasi semacam
ini menagandung kelemahan dan mudah ditolak kalu terdapat evidensi-evidensi
yang bertentangan. Tetapi jika sampel yang dipergunakan itu secara kualitatif
kuat kedudukannya, maka generalisasi semacam itu juga akan kuat dan sahih
sifatnya, apalagi jika bisa diperbanyak lagi fakta atau evidensi yang
menunjang. Bila berdasarkan beberapa orang yang dijumpai suku A masih sangat
terkebelakang, maka hal ini merupakan contoh yang jelas mengenai loncatan
induktif.
1.
Tanpa loncatan induktif
Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila
fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak terdapat
peluang untuk menyerang kembali.
Oleh karena itu, perbedaan antara generalisasi dengan loncatan
induktif dan tanpa loncatan induktif sebenarnya terletak dalam persoalan jumlah
fenomena yang diperlukan. Sebenarnya generalisasi merupakan proses yang biasa
dilakukan oleh setiap orang. Bagi orang kebanyakan, generalisasi itu tidak lain
dari penambahan setengah sadar akan hal-hal umum berdasarkan pengalamannya dari
hari ke hari. Bila suatu waktu ia mendapat hardikan dari atasannya karena
membuat kesalahan, maka belum ada sikap yang timbul pada dirinya.
Tetapi bila peristiwa semacam itu dialaminya berulang-ulang
kali, juga dialami oleh kawan-kawan lainnya, maka mau tidak mau akan timbul
suatu generalisasi mengenai atasan itu: Atasannya adalah seorang yang kejam.
Arus baliknya akan menimbulakan suatu sikap : karena atasan ini seseorang yang
kejam, maka jangan membuat kesalahan kecil sekalipun, agar tadak mendapat
umpatan dan hardikan yang tidak perlu.
Proses untuk merumuskan sebuah generalisasi dapat
digambarkan dalam skema berikut:
Karena generalisasi itu sering mendahului observasi atas
sejumlah peristiwa yang cukup meyakinkan, maka perlu diadakan pengecekan atau
evaluasi atas generalisasi tersebut. Pengujian atau evaluasi tersebut terdiri
dari:
1.
Harus diketahui apakah sudah cukup banyak jumlah peristiwa yang
diselediki sebagai dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif)
2.
Apakah peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh yang baik (sampel
yang baik :ciri kualitatifnya) bagi semua jenis peristiwa yang diselidiki?
Dengan memilih peristiwa-peristiwa yang khusus, boleh dikatakan bahwa
generalisasi itu akan kuat kedudukannya.
3.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperhitungkan kekecualian-kekecualian
yang tidak sejalan dengan generalisasi itu. Kekecualian itu harus
diperhitungkan denagn dasar yang rasional dan pemikiran logis.
4.
Perumusan generalisasi itu sendiri juga harus absah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar